Dinasti Politik Lahirkan Oligarki dan Pemerintah Daerah Yang Korup

“Dinasti politik sejatinya akan merusak demokrasi itu sendiri, karena akan melahirkan oligarki politik, dan selama pelaksanaan pilkada langsung pasca reformasi hal ini cukup tumbuh subur di daerah – daerah, jadi jangan heran jika jabatan kepala daerah di satu wilayah seakan - akan menjadi jabatan warisan nenek moyang,” ujar Abdullah.

Gambar Foto : Abdullah, Direktur LKPP Jawa Timur | doc. Sbo.co.id

SBO.CO.ID, SURABAYA – Turunnya Surat Keputusan (SK) DPP PDI Perjuangan yang merekomendasi Ipuk Fiestiandani sebagai calon bupati Banyuwangi seakan memberi signal bahwa praktek dinasti politik masih cukup subur di Indonesia.

Seperti diketahui calon yang didukung oleh PDI Perjuangan yaitu Ipuk Fiestiandani adalah istri bupati Banyuwangi saat ini, Azwar Anas.

Menurut Abdullah direktur Lembaga kajian Pelayanan Publik Jawa Timur (LKPP Jatim) hal ini sah- sah saja dalam demokrasi karena siapa pun berdasarkan undang - undang memiliki hak yang sama untuk mencalonkan dan dicalonkan.

“Sah - sah saja siapapun mencalonkan dan calonkan selama punya kualitas dan rekam jejak yang sesuai dengan syarat yang tertuang dalam undang – undang, seperti tidak sedang tersangkut masalah hukum dan lain-lain,” kata Abdullah, Rabu (8/7).

Abdullah juga mengatakan seperti yang disampaikan oleh beberapa lembaga riset politik, setidaknya dalam Pilkada serentak tahun ini (2020) dari 19 pilkada di jawa Timur, 13 diantaranya berpotensi terjadinya dinasti politik salah satunya pilkada kabupaten Banyuwangi. Meski secara hak, dinasti politik diperbolehkan namun dirinya justru menyinggung secara etika politik yang mengusik rasa keadilan yang dapat melahirkan oligarki (kekuasan yang dimiliki oleh sekelompok kecil).

“Dinasti politik sejatinya akan merusak demokrasi itu sendiri, karena akan melahirkan oligarki politik, dan selama pelaksanaan pilkada langsung pasca reformasi hal ini cukup tumbuh subur di daerah – daerah, jadi jangan heran jika jabatan kepala daerah di satu wilayah seakan - akan menjadi jabatan warisan nenek moyang,” ujar Abdullah.

“Oligarki bisa dikatakan sebagai embrio awal KKN (korupsi kolusi dan nepotisme) karena dinasti politik berpeluang tidak hanya berhenti merebut kekuasaan sebagai kepala daerah saja melainkan juga berpotensi menempatkan keluarga, kolega di instansi pemerintah maupun perusahaan – perusahaan daerah, contoh yang paling masih diingat bagaimana dahsyatnya dinasti politik provinsi Banten diera gubernurnya Ratu Atut,” tambah Abdullah.

Untuk menghentikan dinsati politik adalah dengan meningkatkan kesadaran politik di masyarakat, mengingat dengan sistem pemilihan langsung suara rakyatlah yang menjadi penentu.

“Rakyat harus dibangun kesadaran politiknya, karena dengan sistem pemilihan langsung keputusan siapa yang akan menjadi kepala daerah berada sepenuhnya di tangan rakyat, saya kira hal itu yang bisa memutus praktek dinasti politik. Rakyat harus jeli, seperti contoh bapaknya yang kepala daerah ketangkap KPK karena korupsi terus anaknya maju pilkada masak iya pantas? Janganlah kita gadaikan masa depan daerah kita," pungkas Abdullah.